Bacaini.ID, JEMBER- Di lereng Gunung Argopuro, di Desa Kemuning Lor, Kecamatan Arjasa, berdiri gagah Hotel Rembangan: bangunan yang bukan hanya menawarkan kesejukan alam, tetapi juga kenangan perjalanan bangsa.
Sejak didirikan tahun 1937 di era kolonial Belanda, hotel ini menyimpan kisah penting, salah satunya sebagai persinggahan Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Kamar Melati 01: Bentuk dan Nuansa yang Dipertahankan
Salah satu ruang paling ikonik di sana adalah Kamar Melati 01, yang konon pernah dijadikan tempat istirahat oleh Bung Karno. Letaknya di lantai dua hotel, melewati tangga berundak, pintu kayu jati tua, dan seluruh interior yang mempertahankan nuansa klasik. Dinding kayu, perabot sederhana seperti lemari dan meja serta foto-foto lama bangunan hotel masih tersimpan di ruang itu.
“Bangunan hotel ini memang masih mempertahankan fondasi dan interior kayu peninggalan zaman Belanda. Kabarnya, Bung Karno menginap di sini ketika mengunjungi Jember pada tahun 1950-an.” ungkap salah satu staff, Ichwan Aziz pada Selasa (14/10/2025) siang.
Kamar ini dibuat dari kayu jati, warna coklat tua yang tidak banyak mengalami perubahan. Perawatan dilakukan seperti pengecatan ulang atau penambahan plester. Namun struktur dan estetika asli tetap dijaga. Tidak sembarang tamu bisa menginap di kamar ini. Biasanya dipakai oleh tamu VVIP atau untuk keperluan khusus. Dan hanya disewakan pada weekday saja.
Sejarah & Arsitektur: Warisan Era Kolonial yang Terawat
Awal pembangunan Hotel Rembangan dimotori oleh Belanda sekitar tahun 1937 sebagai tempat rekreasi dan peristirahatan bagi pegawai perkebunan kopi dan kakao.
Bangunan-bangunannya menghadirkan gaya kolonial yang khas yakni, penggunaan kayu jati, desain pintu dan jendela kuno, atap dan struktur yang proporsional, dengan estetika klasik.
Meski beberapa bagian pernah diperbaiki demi keamanan dan kenyamanan, misalnya struktur pendukung, pengecatan, atau perawatan panel kayu, hampir seluruh desain lama tidak diubah secara drastis. Ini untuk memastikan pengunjung bisa merasakan suasana historis yang autentik.

Peran Pengelola: Mengangkat Nilai Historis sebagai Magnet Wisata
Mengingat jejak sejarahnya, Ichwan Aziz menyebut, salah satu strategi untuk memanfaatkan nilai sejarah hotel dan kawasan Rembangan cukup intens dilakukan.
Mulai dari mencetak banner sejarah, memposting narasi-narasi historis di media sosial, hingga menggandeng influencer agar daya tarik historis lebih menyebar ke khalayak luas.
“Caranya dengan mencetak banner-banner sejarah, membagikannya di media sosial, dan berkolaborasi dengan influencer supaya cerita Rembangan bisa dikenal lebih luas,” lanjutnya.
Meski dampaknya belum signifikan, grafik kunjungan lambat laun menunjukkan peningkatan. Okupansi hotel sebagian besar masih dari aksi rombongan (acara pemerintahan, komunitas) yang mencapai sekitar 70%, sedangkan tamu umum masih sekitar 30%.
“Dampaknya memang belum besar, tapi sudah ada grafik kenaikan kunjungan. Perlahan tapi pasti,” katanya.
Tak hanya itu, kolaborasi dengan UMKM lokal juga sedang dijajaki. Misalnya saja, ada usaha menampilkan produk lokal di display depan hotel melalui kerja sama dengan Diskop. “Meskipun akses jalan menuju Rembangan kadang jadi tantangan logistik untuk event open boot (jualan langsung),” sambungnya.
Saat ini, Hotel Rembangan memiliki 48 kamar dengan berbagai tipe kamar dan menawarkan berbagai jenis fasilitas. Dibandrol mulai Rp.210.000/malam, hotel rembangan siap memberikan pengalaman bersejarah sekaligus wisata alam yang masih bisa berada disekitaran kota.
Kini, Hotel Rembangan tak hanya menjadi tempat beristirahat di tengah kesejukan alam Jember. Ia juga menjadi simbol warisan budaya yang hidup. Ruangan-ruangan kayu tua, tangga batu, hingga kamar yang pernah disinggahi Bung Karno adalah potongan kecil dari perjalanan panjang sejarah negeri ini.
Seperti kata Ichwan, “Tugas kami bukan cuma menjaga bangunan, tapi juga menjaga cerita yang ada di dalamnya,” pungkasnya.
Penulis : Mega