Bacaini.ID, SIDOARJO – Ratusan santri tengah khusyuk menunaikan salat Ashar di lantai pertama musala Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Senin, 29 September 2025.
Tak ada yang menyangka, masuk rakaat kedua, bumi seakan berguncang. Atap bangunan tiga lantai yang sedang dalam proses pengecoran tiba-tiba ambruk, menimpa para santri yang sedang bersujud.
Muhammad Rijalul Qoib (13), santri asal Sampang, masih gemetar saat menceritakan detik-detik musala runtuh. “Saya dengar suara batu jatuh, makin lama makin kencang. Saya lari ke tempat wudhu, tapi belum sampai, atap sudah kena muka saya,” tuturnya lirih kepada sejumlah wartawan.
Ia selamat berkat celah sempit di antara reruntuhan dan bantuan seorang warga yang menunjukkan jalan keluar.
Tragedi ini menelan satu korban jiwa, Alfian Ibrahim (11), santri asal Bangkalan, Madura. Ia meninggal dunia di RSI Siti Hajar setelah tertimpa beton. Total 86 santri menjadi korban, sebagian besar mengalami luka ringan hingga berat. Beberapa di antaranya masih dirawat intensif di RSUD Sidoarjo, RS Delta Surya, dan RSI Siti Hajar.
KH Abdus Salam Mujib, pengasuh pondok, menyebut insiden ini sebagai takdir. “Ini musibah. Bangunan itu sedang dalam tahap pengecoran terakhir. Mungkin penopangnya tidak kuat,” ujarnya. Ia meminta semua pihak bersabar dan mendoakan para korban.
Bangunan musala itu dirancang tanpa genteng, hanya dek beton di lantai atas. Pengecoran dilakukan sejak pagi, namun diduga tidak bertahap dan langsung penuh hingga menyebabkan tekanan berlebih pada struktur bawah.
Di balik angka dan kronologi, ada trauma yang membekas. Para santri yang selamat masih syok, beberapa belum mengetahui nasib teman-teman mereka. Orang tua pun berduyun-duyun ke lokasi, menanti kabar anak-anak mereka dengan cemas.
Tim SAR gabungan, relawan, dan aparat masih berjibaku di lokasi, menyisir puing demi puing. Di antara debu dan beton, doa-doa terus dipanjatkan. Semoga tak ada lagi nyawa yang hilang, dan semoga luka-luka fisik maupun batin bisa kembali pulih.
Penulis: Hari Tri Wasono