Bacaini.ID, KEDIRI – Istilah genosida kembali populer di tengah isu konflik global: Israel-Palestina dan perang Rusia-Ukraina.
Genosida kerap diucapkan kembali di media sosial serta muncul di ruang-ruang diskusi publik.
Menurut Konvensi Genosida PBB 1948, genosida adalah tindakan untuk menghancurkan sebagian atau seluruh kelompok etnis, ras, agama, atau nasional.
Nilai kemanusiaan diinjak-injak. Nyawa manusia tidak ada harganya. Sejarah mencatat kasus-kasus kelam genosida seperti Holocaust, Rwanda, dan kini Gaza.
Holocaust (1933-1945): Tragedi yang Mengguncang Dunia
Holocaust merupakan salah satu genosida paling terdokumentasi dalam sejarah.
Nazi Jerman, di bawah pimpinan Adolf Hitler, membunuh sekitar 6 juta orang Yahudi, ditambah jutaan lainnya seperti Rom, penyandang disabilitas, kaum homoseksual dan tahanan politik.
Kamp konsentrasi seperti Auschwitz jadi simbol kengerian, dengan kamar gas dan eksperimen medis yang mengerikan.
Istilah ‘Holocaust’ sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti pembakaran total.
Selain itu genosida terjadi dengan cara penembakan massal, kelaparan yang dikondisikan, dan kerja paksa.
Peristiwa ini terjadi sebagian besar di Eropa Timur, Polandia dan Ukraina dengan 6 kamp utama kematian.
Menurut data Yad Vashem, sekitar dua pertiga populasi Yahudi Eropa musnah.
Holocaust mengajarkan kita bagaimana propaganda, kebencian sistematis, dan ketidakpedulian global bisa memicu kehancuran massal.
Genosida Rwanda (1994): Luka Afrika yang Terlupakan
Tahun 1994, genosida Rwanda menewaskan sekitar 800.000 orang Tutsi dan Hutu moderat dalam 100 hari.
Konflik dipicu oleh ketegangan etnis yang dimanipulasi politik kolonial dan diperparah radio propaganda.
Rwanda terdiri dari dua kelompok etnis utama: Hutu yang merupakan mayoritas dan Tutsi, minoritas.
Konflik antar etnis ini berasal dari sejarah kolonial. Belgia, yang menguasai Rwanda, menganak-emaskan etnis Tutsi sebagai elit penguasa, menciptakan hierarki sosial yang memicu kebencian Hutu.
Setelah kemerdekaan pada 1962, Hutu mengambil alih kekuasaan, dan diskriminasi terhadap Tutsi meningkat, termasuk pengusiran massal dan kekerasan sporadis.
Menurut laporan PBB, dunia gagal bertindak meski tahu krisis sedang terjadi.
Rwanda menunjukkan betapa cepatnya kekerasan etnis bisa meledak dan bagaimana komunitas internasional sering lambat merespons.
Gaza (2025): Genosida dengan Konflik Kompleks
Konflik Israel-Palestina, khususnya di Gaza, jadi topik panas di 2025.
Pidato Netanyahu di PBB yang diboikot banyak delegasi, dan laporan International Association of Genocide Scholars memicu debat: apakah situasi di Gaza memenuhi definisi genosida?
Dalam banyak laporan berbagai sumber, korban sipil di Gaza meningkat drastis sejak eskalasi 2023, dengan ribuan anak tewas dan infrastruktur hancur.
Namun, Israel menyebut operasi mereka sebagai pertahanan diri terhadap Hamas.
Sikap ‘ngeyel’ Israel yang terus menggempur masyarakat Gaza menimbulkan kegelisahan internasional.
Isolasi yang akibatkan kelaparan, serangan terhadap rumah sakit dan rentetan tindakan yang dianggap dunia internasional menyalahi etika perang, membuat Israel banyak menghadapi penolakan dan Palestina mendapatkan dukungan.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif