Bacaini.ID, BLITAR – Kasus dugaan korupsi kuota haji yang menyeret nama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut, mantan Menteri Agama menimbulkan tanda tanya besar di kalangan warga nahdliyin.
Khususnya di wilayah Blitar Raya. Di forum-forum informal semacam warung kopi dan sejenisnya, mereka mulai mempertanyakan kredibilitas NU dalam kasus dugaan korupsi kuota haji.
Apalagi ada indikasi dana korupsi kuota haji yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu diduga mengalir ke lingkaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
“Membicarakan di warung-warung kopi. NU kok ngene, kok ngene,” tutur Agus Muhammad Ali Syaifullah atau Gus Ipul, pengasuh Ponpes Darur Roja’ Desa Selokajang Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar kepada Bacaini.ID Senin (15/9/2025).
Baca Juga: Skandal Kuota Haji, Merampas Hak Beribadah dan Manipulasi Kepada Tuhan
Kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 diketahui mencuat setelah ditemukan pembagian kuota haji yang tidak sesuai ketentuan perundangan.
Pada masa Menteri Agama Gus Yaqut, komposisi kuota haji yang semestinya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus, diubah menjadi fifty fifty (50:50).
Jatah haji reguler diduga diperjual belikan untuk haji khusus dan haji furoda yang harganya lebih mahal. Modusnya meminta pelunasan biaya haji dengan waktu yang mepet.
Haji khusus atau haji plus diketahui senilai Rp 300-an juta dan haji furoda Rp 750 juta. Akibatnya antrian haji reguler untuk masyarakat umum semakin panjang.
Gus Yaqut diketahui merupakan mantan Ketua Umum GP Ansor NU dan sekaligus adik kandung Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. Meski berstatus saksi, Gus Yaqut sudah dicekal.
Menurut Gus Ipul, masyarakat di bawah sudah mulai rasan-rasan. Mereka mengeluhkan proses ke tanah suci yang ribet dan lama. Sementara di sisi lain malah muncul kasus dugaan korupsi kuota haji.
“Yang dikeluhkan, wong cilik kaji terus kepiye. Kaji kok yo angelmen. Wong gede-gede kok malah dolanan (Yang dikeluhkan orang kecil haji terus bagaimana. Haji kok begitu sulit. Orang-orang besar kok malah bermain),” ungkapnya.
NU tidak punya tradisi makar
Warga NU kata Gus Ipul tidak memiliki tradisi makar atau memberontak. Hal itu tidak pernah diajarkan di dalam NU.
Apalagi dalam konteks pengusutan kasus dugaan korupsi. Warga NU akan menghormati proses hukum yang berjalan.
Siapapun yang ditetapkan sebagai yang bersalah (tersangka) dalam kasus korupsi kuota haji, warga NU akan menghormati keputusan KPK.
Menurutnya tidak akan ada gejolak atau kegaduhan dari warga nahdliyin maupun kluster kiai dan gus dalam menyikapi apapun keputusan KPK.
“Nggeh (iya) akan menghormati proses hukum. Kita tidak diajarkan untuk makar,” terang Gus Ipul.
Kendati demikian ia tidak menyangkal ada yang tidak berharap sampai terjadi penetapan tersangka dalam kasus korupsi kuota haji.
Namun sikap itu lebih pada kekhawatiran rusaknya NU secara kelembagaan dan marwah para kiai serta gus pondok pesantren.
Bukan dalam rangka melindungi atau membela mereka yang secara hukum terbukti bersalah.
Karenanya Gus Ipul berharap pengusutan tuntas kasus dugaan korupsi kuota haji tidak sampai merusak nama NU dan marwah kiai serta gus.
Pada sisi lain, kasus-kasus korupsi besar yang lain juga harus diusut oleh KPK. “Jangan sampai nama NU rusak. Pada sisi lain masih banyak kiai dan gus yang baik,” ungkapnya.
Mengembalikan Citra NU
Gus Ipul juga menilai munculnya pandangan negatif terhadap NU atau PBNU sebagai imbas kasus dugaan korupsi kuota haji tidak bisa dibiarkan.
Suara-suara sumbang yang berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap NU harus ditangani secara struktural maupun kultural.
Gus Ipul sepakat dengan digelarnya Muktamar Luar Biasa (MLB) NU. MLB dalam rangka pemurnian NU atau PBNU.
Pemurnian akan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap NU. Namun ia tidak berharap menjadi momen penggulingan kekuasaan di PBNU.
“Sepakat dengan pemurnian. Namun jangan menjadi penggulingan kekuasaan. Entah skemanya seperti apa,” terangnya.
Gus Ipul melihat motor pemurnian NU ada pada sosok KH Abdus Salam Shohib Bisri atau Gus Salam, pengasuh Ponpes Mambaul Maarif Denanyar Jombang.
Gus Salam merupakan cicit pendiri NU KH Bisri Syansuri. Menjabat Wakil Ketua PWNU Jawa Timur. Juga Ketua Presidium Penyelamat Organisasi dan MLB NU.
Gus Ipul berharap Gus Salam bisa tampil menjadi panglima santri dalam upaya pemurnian NU.
Gus Salam dianggap mampu mengoordinasi dan mengonsolidasi sumber daya NU, terutama pesantren di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat hingga nasional.
Gus Salam bisa diterima para kiai dan gus serta kalangan aktivis muda nahdliyin.
Namun kehadirannya dalam pemurnian NU sebagai representasi cicit Mbah Bisri Syansuri sekaligus pengasuh Ponpes Denanyar Jombang.
“Bukan representasi partai politik yang dalam hal ini PKB. Dan proses pemurnian NU yang berjalan tidak menimbulkan persoalan baru,” pungkasnya.
Penulis: Solichan Arif