Bacaini.ID, KEDIRI -Masyarakat di berbagai penjuru negeri tengah mempersiapkan malam tirakatan. Sebuah tradisi tahunan yang digelar setiap tanggal 16 Agustus malam, sebagai bentuk penghormatan dan renungan menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Di kampung-kampung, balai RW, sekolah, hingga kafe komunitas, warga berkumpul dalam suasana sederhana namun penuh makna. Lilin dinyalakan, doa dipanjatkan, dan cerita perjuangan kembali dihidupkan.
Anak-anak muda duduk berdampingan dengan para sesepuh, mendengarkan kisah tentang perjuangan, pengorbanan, dan harapan. “Tirakatan bukan sekadar seremoni. Ini ruang batin untuk mengingat bahwa kemerdekaan bukan hadiah, tapi hasil dari keberanian kolektif,” ujar Lelono Sugiharto, sesepuh sekaligus Ketua RT 19 RW 06 Perumahan Persada Sayang, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.
Malam ini, warga Perumahan Persada Sayang menggelar malam tirakatan yang sarat makna. Acara diisi dengan pembacaan teks proklamasi, refleksi sejarah, pembacaan puisi kemerdekaan, dan diskusi ringan tentang kondisi bangsa. Ada pula pertunjukan seni kreasi sebagai simbol kemeriahan kemerdekaan bangsa.
Di tempat lain, warga juga menyampaikan harapan mereka untuk Indonesia ke depan. Mulai isu lingkungan, pendidikan, hingga hak bersuara yang merdeka dan bertanggung jawab.
Delapan puluh tahun merdeka, Indonesia telah mengalami berbagai fase: dari revolusi fisik, pembangunan, reformasi, hingga era digitalisasi. Namun, tantangan seperti ketimpangan, krisis iklim, dan polarisasi sosial masih menjadi pekerjaan rumah bersama.
Malam tirakatan bukan hanya ritual, tapi ruang reflektif yang mempertemukan sejarah dan masa depan. Di tengah hiruk-pikuk perayaan, momen ini mengajak kita untuk berhenti sejenak, merenung, dan menyatukan langkah menuju Indonesia yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Penulis: Hari Tri Wasono