Bacaini.ID, BRUSSELS – Langit Brussels yang kelabu tidak meredam kehangatan pertemuan bersejarah di gedung Komisi Eropa yang megah. Di ruangan dengan jendela-jendela tinggi dan bendera Uni Eropa yang berdampingan dengan Merah Putih, Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen tersenyum lebar saat mengumumkan kabar yang ditunggu-tunggu jutaan warga Indonesia.
“Mulai hari ini, warga Indonesia yang mengunjungi Uni Eropa untuk kedua kalinya akan memperoleh visa Schengen multi-entry,” ungkap von der Leyen dengan antusias. Matanya berbinar saat menjelaskan bahwa kebijakan “visa cascade” ini akan membuka jalan bagi hubungan yang lebih erat antara dua kekuatan ekonomi yang bersama-sama mewakili lebih dari 730 juta penduduk.
Dari Mimpi Menjadi Kenyataan
Bagi Anita Wijaya, seorang pengusaha batik dari Solo yang hadir dalam delegasi bisnis Indonesia, pengumuman ini terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan.
“Saya masih ingat betapa rumitnya mengurus visa Schengen untuk pertama kali tiga tahun lalu,” kenangnya sambil tersenyum. “Berkas setinggi gunung, wawancara yang menegangkan, dan waktu tunggu yang tidak menentu.”
Anita, yang kini rutin menghadiri pameran tekstil di Milan dan Paris, mengatakan bahwa visa multi-entry akan mengubah hidupnya. “Ini bukan sekadar soal kemudahan bepergian. Ini tentang kepastian dalam berbisnis. Saya bisa merencanakan pertemuan dengan pembeli Eropa tanpa khawatir visa saya tidak keluar tepat waktu.”
Cerita Anita hanyalah satu dari ribuan kisah serupa yang akan tercipta berkat kesepakatan baru ini. Visa Schengen multi-entry memungkinkan pemegang visa untuk bepergian bebas di 29 negara Eropa tanpa pemeriksaan perbatasan antar negara. Tergantung pada riwayat perjalanan dan kelayakan pemohon, visa multi-entry dapat berlaku dari satu hingga lima tahun, memungkinkan kunjungan hingga 90 hari dalam periode 180 hari.
Di Balik Layar Diplomasi
Perjalanan menuju kesepakatan ini tidak terjadi dalam semalam. Selama bertahun-tahun, diplomat Indonesia dan Uni Eropa telah bekerja di belakang layar, menegosiasikan syarat dan ketentuan yang akan menguntungkan kedua belah pihak.
“Ini adalah hasil dari kepercayaan yang dibangun selama bertahun-tahun,” ujar Duta Besar Indonesia untuk Uni Eropa, yang tidak ingin disebutkan namanya. “Kami telah membuktikan bahwa warga Indonesia adalah pengunjung yang mematuhi aturan, yang memberikan kontribusi positif bagi ekonomi dan masyarakat Eropa.”
Pengumuman kemudahan visa ini bertepatan dengan finalisasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU CEPA) yang telah dinegosiasikan selama lebih dari satu dekade. Perjanjian ini akan menghapus tarif untuk sebagian besar impor Indonesia ke blok Uni Eropa, membuka pasar baru bagi produk-produk Indonesia.
“Kami tidak hanya membicarakan perdagangan barang,” jelas von der Leyen. “Kami membicarakan pertukaran ide, budaya, dan inovasi. Untuk itu, orang-orang perlu bertemu, berinteraksi, dan membangun hubungan. Visa multi-entry adalah katalisator untuk semua itu.”
Lebih dari Sekadar Stempel di Paspor
Di sudut lain Brussels, jauh dari kemegahan gedung Komisi Eropa, Budi Santoso, seorang mahasiswa doktoral Indonesia di Universitas Katolik Leuven, menyesap kopinya sambil merenungkan apa arti kebijakan baru ini bagi masa depannya.
“Saya punya banyak teman Indonesia yang ingin melanjutkan studi di Eropa, tetapi proses visa yang rumit sering membuat mereka mengurungkan niat,” ujarnya. “Dengan visa multi-entry, mereka bisa datang untuk menghadiri wawancara kampus, mencari akomodasi, dan mempersiapkan diri dengan lebih baik sebelum memulai studi.”
Budi menambahkan bahwa kemudahan visa juga akan memperkuat jaringan diaspora Indonesia di Eropa. “Keluarga kita bisa mengunjungi kita lebih sering. Kita bisa menghadiri konferensi di negara Schengen lain tanpa khawatir soal visa tambahan. Ini akan menciptakan komunitas Indonesia-Eropa yang lebih dinamis.”
Sementara itu, di sektor pariwisata, pelaku industri dari kedua belah pihak menyambut gembira kebijakan baru ini. Asosiasi Hotel Indonesia memperkirakan peningkatan signifikan dalam jumlah wisatawan Eropa ke Indonesia sebagai dampak timbal balik dari hubungan yang semakin erat.
“Ketika orang Indonesia lebih mudah mengunjungi Eropa, mereka membawa pulang cerita dan pengalaman yang menginspirasi orang Eropa untuk mengunjungi Indonesia,” jelas Ketua Asosiasi Hotel Indonesia. “Ini adalah simbiosis yang sempurna.”
Diplomasi Prabowo yang Pragmatis
Bagi Presiden Prabowo Subianto, kesepakatan visa ini merupakan bukti pendekatan pragmatisnya dalam hubungan internasional. Sejak dilantik, Prabowo telah menekankan pentingnya hubungan yang saling menguntungkan dengan semua kekuatan global, termasuk Uni Eropa.
“Indonesia dan Eropa berbagi nilai-nilai dan aspirasi yang sama,” ujar Prabowo dalam konferensi pers bersama. “Kami sama-sama berkomitmen pada transisi energi bersih, perdagangan yang adil, dan penghormatan terhadap hukum internasional. Kemudahan visa ini akan memperkuat kerja sama kita di semua bidang tersebut.”
Pengamat politik internasional mencatat bahwa keberhasilan Prabowo dalam menegosiasikan kemudahan visa ini menunjukkan kemampuannya membangun hubungan personal yang kuat dengan para pemimpin dunia.
“Ada chemistry yang jelas antara Prabowo dan von der Leyen,” komentar seorang analis hubungan internasional dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta. “Mereka berbicara sebagai mitra setara, bukan dalam hubungan donor-penerima seperti di masa lalu.”
Menatap Masa Depan
Saat matahari mulai tenggelam di cakrawala Brussels, delegasi Indonesia dan Uni Eropa mengadakan jamuan makan malam di Château du Lac, sebuah kastil bersejarah di pinggiran kota. Di antara hidangan Eropa dan Indonesia yang disajikan dengan apik, para diplomat dan pebisnis dari kedua belah pihak bersulang untuk masa depan yang lebih cerah.
“Ini baru permulaan,” bisik seorang pejabat tinggi Komisi Eropa. “Kami sedang mempertimbangkan untuk memasukkan Indonesia dalam daftar negara yang warganya dapat mengunjungi Eropa tanpa visa sama sekali dalam jangka panjang.”
Meskipun masih jauh dari kenyataan, prospek tersebut menggambarkan arah hubungan Indonesia-Uni Eropa yang semakin erat. Untuk saat ini, visa Schengen multi-entry sudah merupakan langkah besar yang akan mengubah dinamika hubungan antara dua kekuatan ekonomi ini.
Bagi jutaan warga Indonesia yang bermimpi mengunjungi menara Eiffel di Paris, kanal-kanal Amsterdam, atau pantai-pantai Mediterania, pertemuan di Brussels hari ini telah membuka pintu yang lebih lebar. Sebuah jembatan baru telah dibangun, menghubungkan kepulauan tropis terbesar di dunia dengan benua tua yang kaya sejarah dan budaya.
Dan seperti yang dikatakan von der Leyen saat menutup pertemuan: “Visa bukan hanya stempel di paspor. Ini adalah undangan untuk membangun masa depan bersama.”
Penulis: Danny Wibisono