• Login
  • Register
Bacaini.id
Wednesday, September 17, 2025
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
Bacaini.id

“Upeti di Balik Meja”: Cerita Suap Berjamaah dalam Satu Direktorat Kemenaker

ditulis oleh Danny Wibisono
09/06/2025
Durasi baca: 3 menit
518 16
0
“Upeti di Balik Meja”: Cerita Suap Berjamaah dalam Satu Direktorat Kemenaker

Kemenaker Republik Indonesia

Birokrasi di sebuah kementerian yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menata ketenagakerjaan nasional, sebuah jaringan korupsi tumbuh diam-diam—terstruktur, sistematis, dan melibatkan hampir seluruh lini dalam satu direktorat.

Bukan lagi kisah tentang satu-dua oknum. Kali ini, korupsi hadir dalam wujud “berjamaah”, melibatkan delapan pejabat dan sedikitnya 85 pegawai di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA), Kementerian Ketenagakerjaan. Dana hasil pemerasan mencapai angka fantastis: Rp 53,7 miliar.

Dari Meja Direktur ke Grup WhatsApp

Salah satu tokoh sentral dalam pusaran skandal ini adalah Haryanto, yang kini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional. Namun sebelum duduk di kursi tinggi itu, Haryanto pernah memegang kendali sebagai Direktur PPTKA (2019–2024), lalu sebagai Dirjen Binapenta dan PKK (2024–2025)—unit yang punya otoritas atas izin penggunaan tenaga kerja asing (TKA).

Modusnya tampak sederhana tapi rapi. Ketika agen TKA mengajukan izin secara daring, proses verifikasi dokumen yang seharusnya dilakukan dalam sistem formal dialihkan ke jalur tidak resmi. Verifikasi tidak dikirim lewat sistem online, melainkan dikomunikasikan secara privat melalui WhatsApp kepada agen yang sudah “membayar upeti”.

Bagi yang tidak menyetor? Mereka tak akan tahu di mana kekurangan dokumennya, membuat proses izin mandek. Dan ketika pemohon izin datang langsung ke kantor, tarif pun ditetapkan, dari staf paling bawah hingga pejabat tertinggi.

“Uang pelicin” menjadi syarat agar izin bisa terbit cepat—karena keterlambatan berarti denda harian bagi TKA yang bisa sangat memberatkan.

“Arisan” Korupsi: Dari Direktur Hingga Uang Makan Siang

Haryanto diduga menerima Rp 18 miliar, menjadikannya penerima terbanyak. Di bawahnya ada nama-nama seperti PCW (Rp 13,9 miliar), GW (Rp 6,3 miliar), dan DA (Rp 2,3 miliar). Bahkan staf biasa pun kebagian. Sekitar Rp 8,94 miliar dibagikan kepada 85 pegawai, termasuk sebagai “uang dua mingguan” yang digunakan untuk makan siang dan keperluan pribadi lainnya.

Seperti layaknya arisan korupsi, semua ikut menikmati, semua terikat. Dalam jaringan semacam ini, loyalitas bukan lagi soal kinerja, tapi soal siapa ikut berbagi dan siapa berani membocorkan.

Analisis: Jerat Hukum bagi Korupsi Sistemik

Kasus ini masuk kategori korupsi berjamaah atau kolektif, yang memiliki bobot hukum lebih berat dibandingkan korupsi individu. Pasal-pasal yang dapat dikenakan mencakup:

  • Pasal 12 huruf e UU Tipikor (pemerasan oleh pegawai negeri)
  • Pasal 11 dan 12B (gratifikasi)
  • Pasal 55 KUHP (turut serta dalam tindak pidana)
  • Ditambah UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jika terbukti ada aset yang disamarkan.

Dalam praktiknya, korupsi kolektif ini mempersulit penegakan hukum karena solidaritas kelompok bisa mengaburkan jejak, mempersulit pembuktian, dan menutup akses saksi. Namun jika dapat dibuktikan adanya common intention dan distribusi hasil secara kolektif, maka pengadilan dapat memberatkan hukuman.

Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2930 K/PID.SUS/2014, dijelaskan bahwa korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dalam struktur organisasi dapat dianggap sebagai kejahatan terorganisir, sehingga penjatuhan pidana tidak hanya mempertimbangkan kerugian negara, tetapi juga dampaknya terhadap tata kelola birokrasi.

Refleksi: Ketika Sistem Menjadi Ladang Uang

Kasus ini menunjukkan bahwa yang rusak bukan hanya individu, tapi ekosistem birokrasi itu sendiri. Ketika “uang dua mingguan” hasil korupsi menjadi hal biasa, maka integritas berubah menjadi kemewahan.

Lebih dari sekadar tindak pidana, ini adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. Bahwa untuk bekerja di Indonesia, tenaga kerja asing pun harus membayar mahal bukan untuk negara, melainkan untuk aparatnya sendiri.

Dan jika korupsi berjamaah ini tidak dihentikan, bukan tidak mungkin, kementerian lain sudah menunggu giliran untuk terungkap.

Penulis : Danny Wibisono
Editor : Hari Tri Wasono


Print Friendly, PDF & EmailCetak ini
Tags: kemenakerkorupsiKPK
Advertisement Banner

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

Pemerintah Kota Kediri Gelar Sosialisasi Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular: Fokus pada Kanker Payudara, Serviks, dan Lupus

Pemerintah Kota Kediri Gelar Sosialisasi Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular: Fokus pada Kanker Payudara, Serviks, dan Lupus

Catatan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di Perpres No. 59 tahun 2024.

Mengoptimalkan Pembukaan Lapangan Kerja

Kepribadian ambivert di antara introvert dan ekstrovert

Penjelasan Kepribadian Ambivert, Antara Introvert dan Ekstrovert

  • Bupati Blitar merayakan puncak hari jadi yang dibayangi isu gratifikasi

    Isu Gratifikasi Membayangi Puncak Hari Jadi Blitar

    2912 shares
    Share 1165 Tweet 728
  • Bisnis Kandang Ternak Ayam di Blitar Disorot DPRD, Siapa Bekingnya?

    1170 shares
    Share 468 Tweet 293
  • Tak Ada Gejolak Warga NU Bela Gus Yaqut di Korupsi Kuota Haji

    592 shares
    Share 237 Tweet 148
  • Kepemilikan tanah dengan Letter C, Petuk D, dan Girik mulai tahun 2026 tidak berlaku. Mulai urus sekarang juga !

    15546 shares
    Share 6218 Tweet 3887
  • Djarum Grup Akuisisi Bakmi GM, Pendapatannya Bikin Melongo

    16618 shares
    Share 6647 Tweet 4155

Bacaini.id adalah media siber yang menyajikan literasi digital bagi masyarakat tentang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan keamanan, hiburan, iptek dan religiusitas sebagai sandaran vertikal dan horizontal masyarakat nusantara madani.

© 2020 - 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Beriklan
  • Redaksi
  • Privacy Policy
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL

© 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist