Bacaini.ID, JAKARTA – Ny Aminah berusaha menenangkan hatinya yang panas, tapi gagal. Disambarnya pisau yang baru dipakai mengiris sayuran untuk campuran gado-gado, dan bergegas kembali ke rumah kontrakan.
Tanpa ba bi bu, dijambaknya rambut Ny Siti Hasnah, tetangga sekaligus temannya bermakelaran perhiasan dan properti. Sebelum semakin meronta, segera digoroknya leher sang teman.
Peristiwa sadis itu terjadi Selasa 11 Oktober 1966 di rumah kontrakan Aminah di Jalan Ciomas 1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan bersamaan hujan deras.
Siti Hasnah yang hari itu mengenakan baju putih model shanghai dengan strip merah di leher dan sulaman bunga di dada, menggelepar meregang nyawa. Darah menggenangi lantai ruangan.
Kisah nyata itu ditulis oleh Zaenal Abdi, seorang jurnalis dan kemudian membukukannya dengan judul Aminah Dracula, dan Wanita Paling Sesat di Dunia (1967).
Umbra Skull YouTube Channel menceritakan ulang setelah mendapatkan buku langka itu di sebuah perpustakaan Universitas Ilinoi negara bagian Amerika.
Tidak ada yang menyangka, Aminah, perempuan berkulit terang yang sehari-hari berjualan gado-gado dan cendol di warung sebelah kontrakannya, bisa sekeji itu.
Lagipula Siti Hasnah adalah teman dekatnya dan juga tetangga. Siti Hasnah bertempat tinggal di Jalan Ciomas 2 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Ibu 5 anak itu istri Johan Akbar, Kepala Home News LKBN Antara yang saat peristiwa terjadi sedang melakukan perjalanan dinas ke negeri Belanda.
Johan berangkat ke Belanda sejak 22 September 1966. Ia tidak tahu pada 11 Oktober 1966 itu, anak-anaknya bersama Idris, adiknya mencari Siti Hasnah yang tak kunjung pulang.
Pembunuhan keji itu diketahui berawal dari cekcok kecil yang dipicu keinginan Siti Hasnah menagih uang Rp 3000 hasil jualan perhiasan yang dipinjam Aminah.
Siti Hasnah tahu Aminah baru saja mendapat fee dari penjualan jam tangan, namun saat ditagih beralasan sedang tidak punya uang meski tidak menampik soal fee.
Penolakan itu membuat Siti Hasnah kesal. “Bukannya sus tidak punya uang, tapi sus tidak niat bayar. Dasar tidak mau nolong temen,” kata Siti Hasnah dengan nada kesal seperti dikutip Umbra Skull YouTube Channel.
Ucapan itu membuat hati Aminah seperti tersetrika. Pada saat yang sama terdengar suara pembeli gado-gado. Usai melayani pembeli di warung, Aminah sempat berusaha menenangkan diri.
Namun hatinya sudah terlanjur hangus. Pisau yang usai dipakai merajang sayur gado-gado itu digunakannya untuk mengakhiri hidup Siti Hasnah.
Tas Siti Hasnah dibongkarnya, dan mendapati perhiasan serta uang tunai Rp 15. Aminah tidak berminat menyentuh cincin bermata batu merah pada jari manis Siti Hasnah.
Mayat itu kemudian disembunyikan di bawah kolong tempat tidur. Begitu juga dengan tas, dilempar ke dalam kolong.
Aminah kemudian mengepel lantai dari genangan darah. Pada saat bersih-bersih, tiba-tiba terdengar suara pintu rumah diketuk dari luar.
Aminah kaget, namun kemudian lega setelah tahu yang datang adalah Neni, putri kecilnya yang baru pulang sekolah. Neni bersama temannya.
Teman Neni sempat nyeletuk baju Aminah bernoda merah, dan ia cepat-cepat beralasan terkena tinta. Aminah juga meminta Neni untuk bermain hujan bersama temannya.
Neni senang. Berhujan-hujan yang sebelumnya selalu jadi larangan, hari itu dibolehkan. Pada malam itu, Aminah dan Ahmad, suaminya dan Neni tidur di ranjang dengan mayat Siti Hasnah di kolong.
Mayat Dibuang ke Manggarai
Sementara gagal menemukan keberadaan kakak iparnya, Idris mengambil inisiatif melapor ke Sukarji, Ketua RT Kebayoran Baru.
Yang pertama dilakukan Sukarji adalah mengecek ke tempat saudara Siti Hasnah, karena siapa tahu sedang menginap di sana. Namun hasilnya nihil.
Juga mengecek RS Cipto Mangunkusumo dengan asumsi Siti Hasnah menjadi korban kecelakaan. Hasilnya juga serupa, nihil. Sukarji kemudian melapor ke Polres Kebayoran Baru.
Ia disarankan untuk menunggu 1X24 jam dulu. Saran itu tidak membuat Pak RT itu berhenti berikhtiar.
Sukarji diam-diam melakukan investigasi dan mendapat informasi bahwa di hari Siti Hasnah hilang, yang bersangkutan mengenakan baju putih model shanghai berstrip merah di leher dan sulaman bunga di dada.
Ia juga mengantongi nama Aminah, teman dekat Siti Hasnah dalam urusan makelaran jual beli perhiasan dan properti.
Sementara dua hari pasca kejadian, yakni 13 Oktober 1966, Aminah mulai khawatir mayat Siti Hasnah mengeluarkan bau busuk, dan karenanya berfikir harus segera dipindah dari kolong ranjang.
Ia butuh bantuan orang yang bisa dipercaya, dan pilihannya jatuh kepada Mursyidi anak Mingkup, pemilik rumah yang disewanya. Mursyidi pedagang asinan yang selalu mengeluh masalah keuangan.
Ia cukup akrab lantaran lumayan sering ngobrol. Pada Kamis 13 Oktober 1966 malam diceritakan apa yang telah terjadi.
Mursyidi awalnya syok, namun kemudian menurut lantaran tergiur iming-iming uang Rp 100 ribu yang dijanjikan Aminah dari fee penjualan rumah di wilayah Senopati.
Aminah meminta mayat Siti Hasnah dikubur di tanah kosong belakang rumah, dan Mursyidi yang bertugas membuat lobangnya.
Pada Jumat 14 Oktober 1966 sekitar pukul 04.00 WIB dini hari, Aminah diam-diam menyeret mayat Siti Hasnah dari kolong tempat tidur, dan dibawanya ke belakang rumah.
Mursyidi sudah siap cangkul dan golok, dan langsung menggali. Ternyata di luar perkiraan. Sampai pukul 05.00 WIB, penggalian belum selesai, sementara orang-orang mulai berlalu lalang.
Aminah meminta penggalian dihentikan dan rencana diubah. Agar tidak terlihat orang lain, mayat Siti Hasnah sementara ditimbun tanah, ditutup seng dan kain kotor.
Aminah berfikir lebih praktis kalau mayat dibuang ke sungai. Ia meminta Mursyidi membeli plastik ukuran 4 meter dan karbol untuk mengusir bau busuk.
Aminah sendiri menghubungi Rojali, sopir bemo dan mengatakan mau mencarter bemonya untuk Sabtu 15 Oktober 1966. Hari itupun tiba.
Pada pukul 01.00 WIB dini hari, Aminah dan Mursyidi memasukan mayat Siti Hasnah ke dalam kantong plastik yang telah disiapkan. Ternyata tak semua bagian mayat bisa masuk, terutama kaki dan tangan.
Aminah bergegas mengambil golok, dan dengan tenang ditebasnya kaki dan tangan jasad Siti Hasnah. Cairan karbol kemudian disiramkan, termasuk menyemprotkan hair spray.
Keduanya kemudian memasukan kantong plastik ke dalam keranjang besar agar lebih mudah dibawa. Karena kelelahan keduanya beristirahat sejenak sambil menikmati beberapa gelas kopi.
Sementara bemo carteran datang tepat pukul 05.00 WIB pagi. Rojali, sopir bemo sempat bertanya apa yang dibawa lantaran melihat bawaan yang begitu berat.
Aminah dengan tenang menjawab daging untuk dikirim ke Sukabumi. Ia meminta diantar ke Manggarai untuk mencari omprengan ke Sukabumi.
Begitu tiba di Manggarai, kedua orang itu menunggu bemo pergi. Di tempat sepi Aminah dan Mursyidi mengusung keranjang berisi mayat dan melemparkannya ke sungai.
Beres sudah semuanya. Keduanya pun langsung pulang.
Ritual Cepat Kaya
Tiga jam kemudian atau sekitar pukul 10.00 WIB, Jakarta gempar. Warga menemukan mayat perempuan terapung di sungai. Mayat tanpa tangan dan kaki.
Kabar itu sampai ke telinga Ketua RT Kebayoran Baru Sukarji, dan bersama Ny Nur Jalil, saudara Siti Hasnah mendatangi mapolres. Sebelumnya Nur Jalil telah membuat laporan resmi.
Polisi menyarankan untuk mengecek kamar mayat di RS Cipto Mangunkusumo. Lantaran tidak kuasa menahan sedih, Sukarji yang mengecek.
Mayat perempuan dengan kaki dan tangan terputus itu dipastikan Siti Hasnah. Identitas mayat dikenali dari baju model shanghai yang dikenakan.
Ny Nur Jalil mengenali cincin batu merah yang melingkar di jari manis. Itu cincin pemberiannya kepada Siti Hasnah.
Polisi langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan. Polisi menemukan sisa plastik di rumah Mursyidi.
Awalnya berkelit. Namun setelah ditemukan karbol dan sisa darah di tanah kosong belakang rumah, pedagang asinan itu akhirnya mengaku hanya diminta bantuan Aminah membuang mayat.
Aminah yang baru datang dari luar kota, ditangkap di rumah kontrakannya. Perempuan itu berjalan dengan tenang saat digelandang ke mapolres.
Ia mengakui perbuatanya tanpa ada sedikitpun rasa sesal. Dari interogasi, terungkap Aminah lahir di Cikurai Sukabumi 4 Agustus 1928 dan biasa dipanggil Mince.
Ibunya bernama Uni dan ayahnya Hasan Zainal diketahui pernah menjadi Camat Sumedang pada masa penjajahan Belanda.
Aminah anak ketiga dari 4 bersaudara. Sebagaimana anak-anak priyayi pada umumnya, Aminah sekolah di HIS dan mengaji pada ustadz Sulaiman yang kemudian bermukim di Mekkah.
Hidup Aminah berubah sejak usia 9 tahun saat ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi. Aminah yang berkulit terang dan berparas manis tumbuh sebagai remaja yang digandrungi lawan jenis.
Ia menikah muda dan bubar dalam waktu pernikahan yang pendek. Ahmad, suaminya sekarang merupakan pernikahannya yang kelima. Neni merupakan anak adopsi.
Aminah hijrah ke Jakarta pada tahun 1949, di usia 21 untuk belajar dagang kepada pamannya.
Yang membuat polisi kaget, Aminah ternyata juga pelaku pembunuhan Ny Mangku Siswoyo warga Jalan Cikajang Kebayoran Baru yang dilaporkan hilang sejak tahun 1959.
Pada 6 Desember 1959. Aminah mencekik Ny Mangku di rumah kontrakannya jalan Cibitung hingga tewas. Ia naik pitam lantaran ditagih hutang urusan jual beli perhiasan yang belum bisa dibayarnya.
Mayat Ny Mangku dikuburnya di belakang rumah yang di atasnya diberi tanaman pohon mangga. Pada 5 November 1966, polisi membongkar lokasi dan menemukan tulang belulang Ny Mangku Siswoyo.
Aminah juga mengaku telah membunuh Sumarni warga Garut, dan mengubur mayatnya di kawasan Pantai Sukawayana, Pelabuhan Ratu.
Yang membuat polisi lebih kaget, Aminah mengaku melakukan semua tindakan sadis itu lantaran ada yang menyuruh.
Ia menyebut nama A.D Harahap, seorang dukun, ahli spiritual yang dikenalkan oleh Munir Usman, temannya. Pembunuhan dengan memutilasi korban merupakan syarat dari ritual agar cepat kaya.
Polisi langsung meringkus Harahap dan Munir Usman dan dikonfrontir dengan Aminah. Harahap marah, merasa telah difitnah. Sedangkan Munir Usman hanya terbengong.
Harahap membenarkan telah mengenal Aminah, namun cerita soal ritual dengan pembunuhan itu adalah omong kosong yang keji.
Hasil pemeriksaan penyidikan disimpulkan Aminah telah berbohong dengan tujuan ingin meringankan hukuman. Polisi melepas Harahap dan Munir Usman yang sempat ditahan 18 hari.
Pengadilan menjatuhi Aminah dengan vonis 20 tahun penjara. Ia dijebloskan ke penjara wanita Bukit Duri, bercampur dengan para aktivis Gerwani, organ sayap PKI.
Pada tahun 1977, dalam sebuah laporan di media massa, Aminah menyatakan sakit hati lantaran disebut sebagai drakula, yakni makhluk mitologi jahat penghisap darah manusia.
Ia mengaku menderita sakit darah tinggi (hipertensi), di mana pada saat peristiwa sadis terjadi darahnya 180-200. Ia jengkel karena ditagih utang dan karenanya membunuh korban.
“Saya bukan drakula, pedih hati saya,” katanya.
Penulis: Tim Bacaini.ID
Editor: Solichan Arif