Bacaini.ID, KEDIRI – Perkembangan industri musik Indonesia lebih dinamis dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunai Darussalam bahkan Thailand.
Tidak heran Indonesia dikenal sebagai trend setter musik di kawasan Asia Tenggara. Di luar major label, tak sedikit musisi Indonesia yang berkarir di jalur Indie dengan mengoptimalkan platform media sosial.
By the way, di tengah perjalanan musik Indonesia yang terus berkembang, menyelinap sejarah kelam di mana kekuasaan melakukan pemberangusan. Bahkan musisi yang dianggap sudah kelewat mbalelo, ditangkap.
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno musik Ngak Ngik Ngok yang berkiblat pada musisi Inggris The Beatles pernah dilarang keras. Saking kerasnya, musisi yang nekat memanggungkan, ditangkap dan dijebloskan bui.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut musisi Indonesia yang pernah berurusan dengan kekuasaan dan bahkan pernah merasakan dinginnya lantai penjara.
Koes Bersaudara
Pada era Orde Lama, para musisi grup Koes Bersaudara asal Tuban Jawa Timur, pernah merasakan dinginnya penjara pemerintahan Soekarno.
Kegemaran Koes Bersaudara yang nantinya berganti Koes Plus memainkan lagu-lagu The Beatles dianggap mencederai semangat kebangsaan.
Musik Ngak Ngik Ngok begitu Bung Karno menamakan, dianggap musik kontra revolusi yang bisa meracuni jiwa generasi muda.
Presiden Soekarno pada masa itu mengeluarkan aturan dan instruksi yang intinya meminta semua komponen bangsa kembali ke kepribadian dan budaya nasional.
Hal itu dituangkan di dalam Penetapan Presiden nomor 11/1963 KUHP. Koes Bersaudara mendekam di dalam tahanan selama 3 bulan mulai Juli hingga September 1965.
Iwan Fals
Selain Hary Roesli, rasa-rasanya waktu itu tidak ada musisi di Indonesia se-berbahaya Iwan Fals bagi telinga penguasa yang tipis.
Lagu-lagu Iwan penuh dengan kritik sosial dan politik. Bahkan sampai sekarang pun masih kontekstual menjadi backsound demonstrasi mahasiswa.
Pada tahun 80-an, Iwan Fals pernah dipenjara selama dua minggu lantaran lagunya yang berjudul Demokrasi Nasi dan Mbak Tini dinilai mengeritik keluarga Cendana.
Pemerintah berdalih lagu Iwan Fals provokatif sekaligus berpotensi menimbulkan keresahan. Walaupun sebenarnya yang resah adalah penguasa sendiri.
Selama kekuasaan Orde Baru sepak terjang Iwan Fals dipantau oleh pemerintah. Konser-konser Iwan selalu diawasi aparat yang siap menghentikan bila dianggap sudah kelewatan.
Superman is Dead (SID)
Jangan dikira pada masa pasca reformasi lebih bebas berekspresi. SID jadi bukti sejarah bahwa musik sebagai suara perlawanan akan selalu menemukan musuhnya, yakni penguasa.
Band punk rock asal Bali ini lantang bersuara menolak reklamasi Teluk Benoa sejak 2014. Dalam wawancara dengan VOA Indonesia, SID blak-blakan mengatakan melawan melalui musik.
Tumbuh besar dan hidup di Bali, SID beralasan berkewajiban menjaga kampung halaman dari eksploitasi wisata yang berlebihan. Perlawanan melalui musik terus digencarkan.
Lirik-lirik sarat kritik itu berdampak langsung pada eksistensi mereka sebagai seniman.
Walaupun pemerintah tidak mencekal langsung, tapi ijin pertunjukan SID kerap dipersulit. Event organizers sebagai pengundang tak sedikit mendapat teror dari pihak yang tidak menyukai SID.
Perijinan SID terus dipersulit, ditambah tekanan-tekanan lain untuk menghambat gerakan penolakan reklamasi yang dikhawatirkan semakin besar.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif