Bacaini.ID, KEDIRI – Anjuran Bank Indonesia (BI) agar masyarakat banyak berbelanja untuk menjaga pertumbuhan ekonomi sepertinya tidak berlaku untuk Gen Z dan Milenial.
Sebab tanpa diminta, generasi ini sudah menjadi tukang belanja paling ulung, di mana perilaku ekonomi tersebut diistilahkan “doom spending”.
Istilah “doom spending” populer di media sosial yang menggambarkan tindakan berbelanja yang impulsif, sebagai sebuah pelampiasan.
Doom spending merupakan bentuk dari penyaluran emosi negatif sehingga tidak memperhitungkan kemampuan finansial atau rencana masa depan yang berhubungan dengan keuangan pribadi. Prinsip yang berlaku: uang bisa dicari.
Dilansir dari intuit.com, hasil survei Credit Karma menyebut Gen Z dan Milenial adalah kelompok yang paling banyak melakukan doom spending.
Berbelanja untuk melepas stres kenyataannya imbas jargon marketing berkedok kesehatan mental yang menyatakan berbelanja jadi obat stres dan menenangkan.
Pada kenyataannya, aktivitas belanja tanpa berhitung dan hanya untuk memenuhi kesenangan, prestise, maupun sekedar mengikuti trend hanya akan membuka kesempatan bangkrut semakin lebar.
Menempatkan diri dalam masalah finansial yang bisa dihindari bukanlah sikap yang cerdas dan bijaksana. Tidak ada salahnya mulai belajar mengelola keuangan agar terhindar dari hutang kartu kredit maupun pinjaman online.
Dikutip laman wecanhelp.ca, berikut beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari doom spending:
Buat Anggaran
Anggaran yang jelas adalah langkah penting dalam pengelolaan keuangan. Catat pendapatan dan pengeluaran untuk mengetahui ke mana perginya uang.
Siapkan Dana Darurat
Pondasi finansial dapat mengurangi kecemasan yang mendorong pengeluaran berlebihan.
Siapkan dana darurat di rekening tersendiri. Memiliki dana darurat dapat memberikan ketenangan pikiran sekaligus jadi penyangga terhadap pengeluaran tak terduga.
Tetapkan Target Keuangan
Tentukan tujuan keuangan jangka pendek dan jangka panjang. Memiliki target pencapaian finansial yang jelas dapat memotivasi menghindari hutang dan memprioritaskan tabungan daripada pengeluaran.
Identifikasi Pemicu
Renungkan situasi atau emosi yang mendorong keinginan berbelanja secara impulsif. Apakah itu stres akibat pekerjaan, kebosanan, atau karena bullying.
Pahami pemicunya sehingga kita dapat mengembangkan mekanisme penanggulangan yang lebih sehat.
Berpikir Sebelum Membeli
Sebelum membeli, jedalah sejenak dan pertimbangkan apakah itu kebutuhan atau keinginan.
Tanyakan pada diri sendiri apakah barang tersebut akan membawa manfaat. Jika memungkinkan, tahan diri sebelum membeli barang-barang yang tidak penting. Jeda waktu 24 jam dapat mengekang keputusan impulsif tersebut.
Temukan Strategi Penanggulangan Alternatif
Gantikan terapi “shopping” dengan manajemen stres yang lebih sehat. Olahraga, meditasi, hobi kreatif, dan waktu bersama orang-orang terkasih dapat memberikan kenyamanan dan kepuasan tanpa biaya berlebih.
Batasi Paparan Terhadap Godaan Belanja
Berhenti menonton live jualan, scrolling toko online, atau mengikuti platform media sosial hanya untuk update barang baru. Kurasi lingkungan untuk mendukung tujuan keuangan kita.
Gunakan Uang Tunai
Uang tunai dapat membuat pengalaman berbelanja menjadi lebih nyata. Tindakan fisik dan kesadaran akan transaksi uang membantu membatasi jumlah yang kita belanjakan, daripada menggesek kartu kredit tanpa batas.
Siapkan Dana Entertainment untuk Diri Sendiri
Jika ingin memberi reward diri sendiri, anggarkan dananya tiap bulan. Tentukan dan batasi jumlahnya. Uang inilah yang akan menjadi dana shopping untuk melepas stres.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif