Bacaini.id, KEDIRI – Seluruh umat Hindu di Indonesia merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1946 hari ini Senin, 11 Maret 2024. Salah satu ritual yang digelar menjelang Nyepi adalah pawai ogoh-ogoh atau tradisi Pengerupukan.
Seperti yang dilakukan umat Hindu di Pura Dewi Ratih, Dusun Sumberjo, Desa Jambu, Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten Kediri. Mereka menggelar pawai ogoh-ogoh dengan mengelilingi kampung. Ritual berlangsung pada Minggu (10/3/2024) malam.
Sekitar pukul 20.00 WIB, masyarakat berjajar di pinggiran jalan dusun sekitar pura untuk menyaksikan pawai ogoh-ogoh. Hujan gerimis tak menghalangi mereka, hingga rombongan yang ditunggu datang.
Terlihat di barisan paling depan, sesepuh umat Hindu setempat yang mengenakan pakaian hingga udeng serba putih. Diikuti sejumlah perempuan berpakaian adat Bali di belakangnya. Disusul sekelompok pria, berjalan beriringan membopong ogoh-ogoh.
Setelah diarak keliling kampung, rombongan pawai kembali ke titik awal, tepatnya di perempatan jalan tidak jauh dari pura. Di sana, kelima patung berwujud menyeramkan itu diletakkan berjejer, menunggu prosesi akhir yang sedikit tertunda karena hujan semakin deras.
Begitu hujan sedikit mereda, seorang sesepuh menyiapkan busur panah yang siap dilepas. Setelah disulut api, busur panah itu melesat dan seketika membakar kelima ogoh-ogoh yang berada sekitar 100 Meter di hadapannya.
Sorak sorai para umat Hindu hingga masyarakat yang menonton terdengar riuh mengiringi terbakarnya kelima ogoh-ogoh. Terbakarkanya ogoh-ogoh sekaligus menjadi prosesi akhir sebelum umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi dengan keheningan.
“Ogoh-ogoh merupakan simbol, perlambangan dari asura atau sifat buruk manusia. Jadi harus dilebur, caranya dibakar,” kata perwakilan panitia, Yoga Kusuma Anggara ditemui usai acara, Minggu (10/3/2024) malam.
Menurut Yoga, Pengerupukan adalah upacara pensucian desa atau istilahnya bersih desa/dusun. Sebelumnya juga dilakukan upacara Melasti yaitu pensucian diri secara lahir dan Tawur Agung Kesanga atau pensucian diri secara batin.
Pemuda 26 tahun itu juga menjelaskan bahwa setiap kali perayaan Hari Raya Nyepi, di lingkungan tempat tinggalnya selalu membuat 5 ogoh-ogoh. Tetapi menurutnya memang tidak ada aturan tertentu terkait dengan jumlah ogoh-ogoh yang dibuat.
“Tetapi di sini selalu begitu, padahal rencana mau bikin 4 (ogoh-ogoh) tapi akhirnya tetap bikin 5. Filosofinya itu dari 5 unsur pencipta kehidupan yaitu air, tanah, api, udara dan ether atau ruang kosong,” ungkapnya.
Yoga menambahkan, upacara Tawur Agung Kesanga tahun ini dirasa lebih spesial, karena pemuda Hindu di Kabupaten Kediri mengadakan festival ogoh-ogoh mulai dari Tugu Garuda Pare hingga ke Taman Makam Pahlawan. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Minggu siang.
Selain itu, ada 1 dari 5 ogoh-ogoh buatan Yoga dkk dengan wujud yang cukup unik dan bisa dibilang tidak menyeramkan seperti buta atau raksasa pada umumnya. Bahkan sosok ini lebih berwujud seperti seorang dewi.
“Iya, ada yang bentuk dewi. Itu ide kreatif dari teman-teman dan kemarin sempat dilombakan. Kita mengusung konsep ibu pertiwi yang marah karena manusia sudah gelap akan perilaku Tri Mala atau tiga kemungkaran manusia, yaitu berpikir, berkata dan berbuat buruk,” tandasnya.
Desa Jambu sendiri merupakan salah satu desa yang menjadi tempat tinggal warga dengan keragaman agama. Ada pemeluk agama Islam, Kristen dan Hindu. Pembuatan ogoh-ogoh menjelang perayaan Hari Raya Nyepi juga dibantu warga atau pemuda desa yang beragama Islam dan Kristen.
Penulis: Novi Kharisma
Editor: Solichan Arif