Bacaini.id, KEDIRI – SK Trimurti harus ke Kediri, Jawa Timur untuk menghadiri Kongres Partai Buruh Indonesia (PBI).
Mantan istri pengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan RI, Sayuti Melik itu mesti menentukan arah organisasi yang dipimpinnya, yakni terutama dari rayuan Musso atau Munawar Muso, tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Muso yang belum lama tiba di tanah air mengusulkan seluruh partai dan anggota Front Demokrasi Rakyat (FDR), yakni termasuk PBI dilebur menjadi satu di PKI. SK Trimurti tidak sepakat.
Sebagai pimpinan PBI, SK Trimurti perlu menjajaki sikap anggotanya. Dari Kongres PBI yang dijadwalkan berlangsung dua hari di Kediri, yakni 18-19 September 1948, ia perlu mendapatkan jawaban dari anggota.
“Trimurti berangkat ke Kediri dua hari sebelum kongres dilaksanakan,” demikian dilansir dari buku SK Trimurti Pejuang Perempuan Indonesia (2016).
Lahir di Boyolali Jawa Tengah 11 Mei 1912, SK Trimurti atau Soerastri Karma Trimoerti merupakan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) atau Menteri Perburuhan pertama RI (1947-1948).
Ia bekerja di bawah pemerintahan Perdana Menteri Amir Sjarifuddin. Sebelum masuk lingkaran kekuasaan, perjalanan SK Trimurti dimulai dari aktifitas mengajar (guru). Sebagai pendidik ia sempat ditangkap kolonial Belanda karena mengedarkan leaflet anti kolonial.
Karir politik SK Trimurti di pergerakan nasional berangkat dari jalur jurnalistik. Di kalangan tokoh pergerakan nasional ia dikenal sebagai seorang jurnalis anti kolonial bertulisan tajam.
Sebelum memimpin PBI, sekitar tahun 1933 Trimurti bergabung dengan Partindo. Secara politik ia banyak berguru langsung kepada Presiden Soekarno atau Bung Karno, Proklamator RI yang begitu dikaguminya.
Trimurti kurang menyukai Muso yang menurutnya memiliki sikap dan tindak-tanduk kasar sekaligus kaku. Sikap politik Muso juga dianggapnya memecah belah persatuan partai-partai di Indonesia.
Trimurti tidak berharap PBI melebur ke dalam PKI, namun ia harus mengetahui sikap anggotanya. Kongres PBI yang digelar di Kediri pada 18-19 September 1948 tanpa diduga bersamaan dengan peristiwa Pemberontakan PKI Madiun 1948.
Dalam peristiwa Madiun 1948 itu Soekarno marah besar. Dalam pidatonya di RRI Bung Karno melemparkan opsi ke rakyat: Pilih Soekarno-Hatta atau Muso-Amir Sjarifuddin.
Sementara perjalanan SK Trimurti menuju Kediri untuk menghadiri Kongres PBI terhenti di perbatasan Madiun. Kereta api yang ia naiki dihentikan paksa karena ada razia. “Semua yang berpakaian tentara dipaksa turun”.
Dalam situasi genting itu, SK Timurti mendengar kabar jika FDR telah melebur ke PKI dan sekaligus menggelar aksi di Madiun. Sebagai pimpinan PBI, langkah cepat langsung diambilnya.
Kongres PBI di Kediri dinyatakan tidak dapat dilaksanakan. Seluruh pimpinan PBI kemudian mengutus semua anggota kongres untuk membubarkan diri sekaligus menyelamatkan diri.
PBI membebaskan seluruh anggotanya untuk memilih, apakah akan bergabung dengan PKI, dengan partai lain atau non partai. “SK Trimurti sendiri mengambil sikap keluar dari PBI dan sementara tidak ingin masuk partai apapun”.
SK Trimurti meninggal dunia pada usia 98 tahun, yakni 20 Mei 2008. Jenazah pahlawan kemerdekaan Indonesia itu dimakamkan di Taman Makam Kalibata Jakarta. Begitulah kisah SK Trimurti dan Kediri yang sejak masa awal kemerdekaan menjadi tempat perlintasan tokoh-tokoh pergerakan nasional.
Penulis: Solichan Arif