Bacaini.id, MALANG – Proses hukum perkara Tragedi Kanjuruhan yang menghilangkan nyawa 135 orang hingga kini masih jauh dari keadilan. Tragedi terbesar ketiga dalam sejarah sepak bola di dunia itu masih membekas dan menjadi perhatian publik.
Terakhir, vonis hukuman terhadap lima terdakwa berujung ompong. Tiga terdakwa dihukum satu tahun penjara dan dua terdakwa lain dari kepolisian diputus bebas. Keputusan itu menjadi kekecewaan mendalam, terutama bagi keluarga korban.
Meski putusan hukum sudah final, namun riak-riak gelombang pertanyaan masih terus mengalir. Kali ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang ikut menyoroti proses penegakan hukum itu lewat nobar karya jurnalistik diskusi publik yang digelar di Universitas Widyagama Malang, Jumat, 14 April 2023.
Perbincangan itu lebih fokus menyoroti soal bagaimana perspektif media dan hukum dalam melihat dan mempublikasikan Tragedi Kanjuruhan dengan tetap mengedepankan keadilan, namun tetap dalam perspektif independen.
Kegiatan itu menghadirkan narasumber dari Akademisi Hukum Universitas Widyagama Dr. Solehudin dan Jurnalis Senior Tempo dan MPO AJI Indonesia, Abdi Purmono. Diskusi publik tersebut diikuti puluhan mahasiswa, aktivis, jurnalis, dan masyarakat sipil.
Ketua AJI Malang, Benni Indo mengatakan, AJI Malang mengajak kembali masyarakat untuk menyuarakan Tragedi Kanjuruhan sebagai bentuk sikap ikut mengawal keadilan bagi korban.
“Kita mengajak untuk mendiskusikan melalui karya jurnalistik dengan perspektif media yang juga berperan. Sekaligus memberi gambaran dari segi hukum bagaimana kondisi perjalanan kasus saat ini,” jelas Benni, Jumat, 14 April 2023.
AJI Malang, lanjut Benni, mendorong jurnalis dan publik secara luas untuk terus mengawal tragedi kemanusiaan tersebut. Di mana, hingga saat ini korban masih belum mendapatkan keadilan sepadan dari kasus yang menimpa orang terdekat mereka.
“Melihat perkembangan hukumnya sekarang, isu Tragedi Kanjuruhan masih harus dikawal bersama,” tandasnya.
Hal senada dikatakan Jurnalis senior Abdi Purmono yang dalam diskusi tersebut banyak menyoroti mengenai proses jurnalis dalam mengambil posisi. Secara independen namun tetap objektif memberitakan tragedi. Terlebih dalam hal peliputannya yang memang banyak menguras emosi.
“Tragedi Kanjuruhan mengingatkan kita pada peristiwa di tahun 1998 yang mana dalam hal pengamanan militer dan polisi masih sama brutalnya. Seperti peristiwa semanggi bagaimana polisi melepaskan tembakan kepada massa aksi. Ini menandakan bahwa reformasi tidak selesai,” ujar Abdi.
Sementara itu, wakil Koordinator Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK), Solehudin menegaskan bahwa sampai saat ini perjuangan keluarga korban kanjuruhan masih belum selesai. Langkah-langkah hukum lain terus dilakukan. Sebab itu juga memerlukan pengawalan bersama oleh publik dan media.
“Kita masih harus terus melakukan langkah-langkah strategis demi keadilan para korban. Meskipun laporan kedua berupa laporan model B yang diajukan terakhir kemarin mendapatkan respon akan dihentikan. Upaya lain akan dilakukan agar kasus ini tidak menggantung,” ungkap Solehudin.
Solehudin memberikan gambaran dalam film yang diputar saat nobar, tampak keluarga korban yang begitu terpukul dengan fakta yang harus mereka terima. Mereka masih gigih berjuang. Laporan yang diajukan terus dipertanyakan para korban hingga saat ini.
”Soal laporan model B, sudah ada 9 kali surat pemberitahuan perkembangan penyidikan, hingga terakhir mediasi dengan Kapolres Malang ada indikasi akan dihentikan. Di sisi lain, ini menjadi peluang bagi kita untuk mengambil langkah strategis lain,” paparnya.
Mewakili Universitas Widyagama, Dekan Fakultas Hukum, Purnawan Dwikora Negara menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya diskusi publik ini. Baginya keadilan dalam Tragedi Kanjuruhan harus terus disuarakan, termasuk melalui diskusi-diskusi publik.
“Harus terus didengungkan. Saya sendiri terkejut dengan putusan hakim yang terlalu dipaksakan. Mari kita sama-sama belajar menjadi manusia atas kasus yang ada ini dan ini akan menjadi catatan kelam Malang Raya yang harus menjadi perhatian bersama,” ajak Purnawan.
Penulis: A.Ulul
Editor: Novira
Tonton video: