Bacaini.id, SURABAYA – Dewan Pers menuntut pemerintah menghapus 8 pasal yang menjerat kebebasan pers dalam RUU KUHP. Revisi tersebut membuka jalan untuk menyeret jurnalis ke meja hijau akibat pemberitaan.
Dalam siaran pers yang diterima Bacaini.id siang tadi, Dewan Pers telah lama menyampaikan keberatan atas 8 pasal tersebut. Namun dalam draft final RUU KUHP permintaan untuk menghapus poin tersebut tetap diabaikan.
“Dewan Pers menyampaikan catatan kepada Ketua DPR terhadap sejumlah pasal yang ternyata sama sekali tidak diakomodasi dalam draf final,” tulis siaran pers yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra, Jumat, 15 Juli 2022.
Dewan Pers menekankan bahwa karya jurnalistik bukan kejahatan yang bisa dipidanakan. Pelanggaran terhadap etika jurnalistik harus diselesaikan terlebih dahulu melalui prosedur dan mekanisme diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Selain itu, pengambilan keputusan penetapan RUU KUHP menjadi UU, hendaknya terlebih dahulu mendengar pendapat publik secara luas dan tidak hanya berdasar pada pertimbangan kewenangan DPR semata.
Setelah mempelajari materi RUU KUHP versi terakhir, 4 Juli 2022, Dewan Pers tidak melihat adanya perubahan pada delapan poin yang sudah diajukan. RUU KUHP tersebut juga memuat sejumlah pasal yang multitafsir, memuat ‘pasal karet’, serta tumpang tindih dengan undang-undang yang ada.
Untuk itu Dewan Pers menyatakan agar dilakukan penghapusan pada sejumlah pasal yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers, mengkriminalisasi karya jurnalistik dan bertentangan dengan pasal 2 UU Pers 40/1999 tentang Pers yang berbunyi ‘Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum’.
Pasal-pasal tersebut adalah :
- Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara;
- Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, perlu ditiadakan karena merupakan penjelmaan ketentuan-ketentuan tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan Nomor 013022/PUU-lV/2006;
- Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah , serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum) HARIJS DIHAPUS karena sifat karet dari kata “penghinaan” dan “hasutan” sehingga mengancam kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat dan berekspresi;
- Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong;
- Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan;
- Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan;
- Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara;
- Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan: pencemaran nama baik;
- Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran.
Dewan Pers berharap agar Anggota DPR dapat memenuhi asas keterbukaan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf g UU RI Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam proses RUU KUHP, dengan memberikan kesempatan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk memberikan masukan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan secara transparan dan terbuka.
Penulis: Novira Kharisma
Tonton video: