Bacaini.id, BATU – Terdakwa pelecehan seksual kepada anak didik, Julianto Eka Putra kesandung masalah baru. Pendiri SMA SPI Kota Batu itu dilaporkan atas perkara dugaan eksploitasi ekonomi anak yang kini bahkan telah diselidiki.
Jajaran aparat Ditreskrimum Polda Jatim melakukan olah TKP di SMA SPI Kota Batu, Rabu, 13 Juli 2022. Proses penyelidikan yang melibatkan tim inafis tersebut berlangsung selama lima jam dan baru selesai sekitar pukul 13.27 WIB.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto mengatakan dalam pemeriksaan itu total ada 12 titik yang menjadi objek olah TKP. Kedua belas titik itu rata-rata merupakan unit usaha milik sekolah yang diduga mempekerjakan para muridnya tanpa kesepakatan dalam operasionalnya.
”Dalam pemeriksaan kami juga menghadirkan dua dari total enam orang saksi korban, juga ada pengacara atau kuasa hukum dari kedua belah pihak,” terang Kombes Pol Dirmanto usai olah TKP, Rabu, 13 Juli 2022.
Sementara itu, Direktur Ditreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Totok Suharyanto menjelaskan 12 unit usaha tersebut diantaranya berupa fasilitas wahana, hotel, kantor marketing, toko dan lain sebagainya.
Tidak hanya itu, dalam pemeriksaan tersebut, polisi juga menemukan sejumlah dokumen berkaitan dengan nama-nama siswa tahun 2008-2010.
”Di semua titik itu menjadi tempat anak-anak ini (korban) dipekerjakan. Semua hasil penyelidikan ini akan dilakukan gelar klarifikasi di Mapolda,” ungkap Kombes Pol Totok.
Dalam perkara ini, polisi menerapkan Pasal 761 i jo Pasal 88 UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun.
Sementara itu, Kuasa Hukum Saksi Korban, Kayat Harianto menambahkan bahwa dalam perkara ini, bentuk eksploitasi anak yang dilakukan adalah menjalankan sejumlah unit usaha tanpa bayaran.
Padahal, sejak awal tidak ada kesepakatan apapun antara siswa dan sekolah terkait hal ini. Menurut Kayat, dugaan eksploitasi ekonomi ini terjadi pada tahun 2008 sampai 2010.
”Sebagai contoh kasus, waktu ada tamu yang datang, anak-anak itu langsung disuruh berhenti belajar dan disuruh melayani para tamu, dan itu berlaku di semua unit usaha. Mereka dijanjikan bayaran senilai Rp100 ribu, tapi ternyata tidak dibayar, alasannya uangnya ditabungkan,” jelas Kayat.
Penulis: A.Ulul
Editor: Novira