Bacaini.id, KEDIRI – Kompleks pemakaman Setono Gedong Kota Kediri menyimpan banyak jasad penting di masa lampau. Salah satunya adalah Sunan Mas atau Amangkurat III, Raja Kasunanan Kartasura (1703-1705).
Usai turun tahta dari Kerajaan Kartasura dan diasingkan, Amangkurat melanjutkan sisa hidupnya di Kediri. “Sebagian masyarakat saat itu mempercayainya sebagai seorang wali,” kata Muhammad Yusuf Wibisono, juru kunci makam Setono Gedong kepada Bacaini.id, Kamis 29 Juli 2021.
Amangkurat menjalani sisa hidup seperti itu setelah dilengserkan secara paksa karena sikapnya yang menolak bekerjasama dengan Belanda. Dia juga sempat diasingkan ke Srilanka karena teguh pada pendiriannya.
Setelah Belanda mundur, Amangkurat kembali ke Jawa dan mendapatkan pelayanan khusus. Namun dia tidak kembali ke Solo, melainkan hijrah ke Kediri sebagai tempat yang dianggap lebih aman.
Dalam petualangannya di Kediri, Amangkurat singgah ke beberapa tempat. Sebelum akhirnya berdiam di Setono Gedong yang menjadi tempat melakukan meditasi. Selama di Kediri, Amangkurat lebih banyak menghabiskan waktu untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
“Selain seorang raja dan diamini sebagai wali, beliau diberi karomah yang luar biasa,” kata Yusuf.
Makam Amangkurat dipercaya dan dianggap keramat bagi masyarakat. Beredar cerita turun temurun jika makam itu memiliki kekuatan magis yang sangat besar. Bahkan burung yang terbang di atasnya langsung jatuh.
Burung yang jatuh tidak dalam keadaan mati. Setelah hinggap ke tanah, burung itu akan menjadi makanan kucing liar yang ada di sekitar makam. Zaman dulu, makam Amangkurat banyak ditumbuhi semak belukar dan alang-alang.
“Saya percaya karena saya menyaksikan sendiri. Waktu saya masih kecil senang lari-larian di sana mengejar layangan putus. Tiba-tiba ada burung jatuh dan dimakan kucing,” terang Yusuf.
Yusuf juga mendengar cerita dari juru kunci pendahulunya tentang pesawat terbang yang jatuh saat melintas di atas makam Amangkurat. Walaupun tidak melihat secara langsung, Yusuf mempercayai cerita yang diungkap leluhurnya itu.
Kepercayaan itu diperkuat dengan banyaknya kejadian mistis yang dia jumpai selama menjadi juru kunci makam. Termasuk kesaksian peziarah yang datang dengan niat tidak baik atau dalam keadaan tidak suci.
“Pernah ada peziarah yang baru akan masuk, tiba-tiba tubuhnya terpental saat memasuki pintu makam. Seperti menabrak sesuatu. Saat saya tanya, dia mengaku belum mandi junub. Mungkin niatnya mengingatkan, bukan mencelakai,” cerita Yusuf.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Yusuf sering mengingatkan peziarah agar menjaga tata krama saat berada di makam Setono Gedong. Sebab tidak bisa dipungkiri jika anak-anak jaman sekarang nyaris kehilangan adab atau etika.
“Alhamdulillah kejadian yang sekarang tidak ekstrim seperti dulu. Tapi perlu diingat, di manapun tempatnya, apalagi ini adalah makam raja dan wali yang memiliki kearifan dan ilmu tinggi, sudah sepantasnya menjaga etika,” pungkas Yusuf.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: HTW
Videografer: Dulrahman
Tonton video: