Bacaini.id, KEDIRI – Peringatan hari raya Idul Adha di Kediri diwarnai insiden tenggelamnya pencuci daging kurban di Sungai Brantas. Peritiswa ini mengingatkan kembali mitos buaya putih yang meminta tumbal.
Nasib tragis ini dialami Ismail, remaja berusia 19 tahun warga Desa Sukoanyar, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri. Saat mencuci jeroan daging kurban di Sungai Brantas, Selasa 20 Juli 2021, Ismail tiba-tiba terseret arus Sungai Brantas yang deras. Korban diduga tertarik arus bawah sungai yang tak terlihat dari atas.
Tak sedikit warga di sekitar bantaran Sungai Brantas yang mengkaitkan peristiwa itu dengan mitos buaya putih penunggu sungai. Buaya itu disebut-sebut sering meminta korban manusia.
baca ini Rumah Angker Bangsongan Ini Ngerinya Setengah Mati
Sejarawan dari Universitas Nusantara PGRI Kediri Sigit Widiatmoko mengatakan legenda buaya putih itu hidup sejak jaman Kerajaan Kadiri. Kala itu Adipati Sarwajala menugaskan dua armada lautnya, yakni pasukan Bajul Samudro dan pasukan Bajul Segoro untuk menjaga perdagangan dan keamanan di Sungai Brantas.
“Saking setianya Bajul Segoro, sampai saat ini dia menjelma menjadi buaya putih dan terus menjaga Sungai Brantas agar tidak tercemar oleh manusia dan makhluk ghaib berkekuatan hitam yang ada,” kata Sigit Widiatmoko kepada Bacaini.id, Kamis, 22 Juli 2021.
Sosok buaya putih ini masih sering terlihat oleh warga yang tinggal di bantaran Sungai Brantas. Mereka menampakkan diri untuk menunjukkan eksistensinya kepada manusia.
baca ini Misteri Pohon Ambruk Yang Berdiri Lagi di TPU Joho
Namun sayangnya, di tengah keyakinan masyarakat tentang sosok buaya putih yang setia menjaga sungai, berkembang pula mitos kemunculan buaya putih sebagai pertanda akan terjadinya hal buruk, seperti meminta tumbal.
“Sungai Brantas itu penuh dengan kekuatan ghaib hitam dan jahat yang berusaha merusak. Apa sih yang tidak dibuang di Sungai Brantas? Justru keberadaan buaya putih yang menetralisir hal buruk dari darat ke dalam air,” jelas Sigit.
Sigit meyakini buaya putih itu tidak mengganggu apalagi meminta tumbal. Dia justru menjaga kelestarian sungai sesuai perintah yang diembannya sejak jaman Kerajaan Kediri.
Sebaliknya, buaya putih akan mencelakai siapapun yang berusaha berbuat buruk di Sungai Brantas. “Itu sudah tugasnya sebagai penjaga. Sampai saat ini masih hilir mudik di sungai. Jangan berniat jelek ketika beraktivitas di Sungai Brantas,” pesan Sigit.
Jika ada kejadian orang hanyut di Sungai Brantas dan tidak ditemukan jasadnya, ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, buaya putih marah dan melakukan sesuatu yang buruk. Kedua, ulah makhluk ghaib dengan kekuatan jahat yang mengganggu manusia.
Karena itu Sigit berharap agar masyarakat bijak dan tidak bicara seenaknya terkait tumbal manusia untuk Sungai Brantas.
“Itu pemikiran yang diadopsi dari hal-hal keliru. Buaya putih itu sosok penjaga Sungai Brantas beserta isinya. Karena keberadaannya berpengaruh pada kemakmuran masyarakat Kediri selama ini,” terangnya.
Pemberian Sesaji
Kepercayaan masyarakat Kediri atas kekuatan ghaib di Sungai Brantas sudah tak bisa dibantah. Pemerintah Kota Kediri juga memasukkan ritual larung sesaji di Sungai Brantas sebagai agenda ulang tahun kota. Biasanya berupa kepala kerbau atau kambing.
Warga percaya Sungai Brantas menjadi salah satu berkah bagi manusia yang tinggal di sekitarnya. Untuk menjaga keseimbangan tersebut, mereka memberikan sesuatu kepada Sungai Brantas berupa sesaji.
“Tumbal itu jangan selalu dihubungkan dengan hal buruk, lebih dari itu tumbal diartikan sebagai wujud rasa syukur atas berkah dari Tuhan melalui Sungai Brantas,” ujar Sigit.
Menurutnya, sosok penjaga Sungai Brantas juga tidak selalu berwujud buaya putih. Tidak jarang dia menampakkan diri dengan wujud manusia dan mengunjungi rumah warga.
Terkadang sosok jelmaan buaya putih itu mendatangi warga yang sedang melangsungkan hajatan atau selamatan. Bisa juga membeli sesuatu di toko milik warga. Tujuannya untuk memberi kebaikan kepada manusia.
“Buaya putih bukan simbol kejahatan yang menakutkan. Kejadian orang yang hanyut itu sudah takdir dan jalan hidup masing-masing. Sebelum beraktivitas, berdoalah dulu, itu jadi ukuran yang tepat lebih dari tumbal apapun,” pungkasnya.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: HTW
Videografer: Dulrahman
Tonton video: