Tjoa Jien Hwie tak pernah berkhayal untuk menjadi pemilik pabrik rokok raksasa di perantauan. Jauh dari tanah kelahirannya di Fujian Republik Rakyat Tiongkok, bocah kecil itu hanya ingin selamat saat terapung di atas kapal perahu bersama imigran lainnya ke Indonesia.
Kapal itu berlabuh di Sampang Madura. Tjoa yang masih berusia tiga tahun mengikuti orang tuanya turun dan menetap di sana sebagai pendatang. Tujuannya satu, mencari penghidupan yang lebih baik di tanah jajahan Hindia Belanda.
Tanah rantau yang keras dilalui Tjoa kecil dengan susah payah. Karena kondisi ekonomi keluarga yang jauh dari cukup, dia bekerja membantu pedagang sate keliling.
Menginjak usia belasan tahun, Tjoa Jien Hwie hijrah ke Kediri. Dia tak ingin memberatkan ibunya yang baru saja ditinggal ayahnya wafat. Di Kediri, dia mencari pamannya Tjoa Kok Tjiang yang sudah lebih dulu bergelut menjadi pemilik pabrik rokok kretek merek Jiao San. Belakangan, rokok yang mulai diproduksi pada tahun 1940 itu berubah nama menjadi Tjap 93.
Meski bekerja di pabrik pamannya, Tjoa tak mendapat perlakuan istimewa. Dia harus memulai pekerjaan dari tukang linting rokok, sebelum naik ke bagian administrasi. Pabrik rokok Tjap 93 benar-benar menjadi kawah candradimuka bagi Tjoa. Di sini semua pengetahuan tentang rokok dia pelajari, termasuk mengenali daun tembakau yang banyak ditanam masyarakat Madura.
Usia 35 tahun menjadi masa keemasan Tjoa Jien Hwie dalam menata karir. Dia memutuskan membangun sendiri usahanya dan menjadi pemilik pabrik rokok kecil di Kelurahan Semampir. Kelak, pabrik inilah yang mengantarkannya menjadi pengusaha besar dengan nama Gudang Garam.
Tanggal 26 Juni 1958 ditetapkan sebagai hari lahir Gudang Garam. Hanya dalam waktu delapan tahun sejak berdiri, perusahan ini dinyatakan sebagai perusahaan kretek terbesar di Indonesia. Sebuah pencapaian yang luar biasa.
Di pabrik ini puluhan ribu orang Indonesia menggantungkan penghidupan sebagai pekerja. Keberadaan pabrik yang dibangun di Kota Kediri menjadi berkah bagi kehidupan kota dan sekitarnya menjadi lebih makmur. Para pengamat ekonomi bahkan menyebut keberadaan Gudang Garam telah menopang perekonomian Kota Kediri hingga 80 persen.
baca ini: Benarkah Pembangunan Bandara Kediri Sesuai Ramalan Prabu Jayabaya
Anggapan itu tak berlebihan. Gudang Garam bukan lagi sebuah pabrik, tetapi rumpun keluarga besar yang menaungi ribuan warga Kota dan Kabupaten Kediri. Tak ada pembedaan majikan dan karyawan. Tjoa Jien Hwie pun telah berubah nama menjadi Surya Wonowidjojo.
Tjoa wafat di tahun 1985, meninggalkan imperium bisnisnya yang telah memiliki enam unit pabrik di atas lahan seluas 100 hektar. Sebanyak 40.000 buruh dan 3.000 karyawan bernaung di bawah panji Gudang Garam.
Jasad Surya Wonowidjoyo kini telah menyatu dengan tanah. Namun semangat dan kerja kerasnya terus hidup di setiap pekerja perusahaan rokok Gudang Garam.
Kesuksesan Tjoa Jien Hwie adalah kisah nyata bagi generasi milenial saat ini. Jika Surya muda mampu bertahan dan mengibarkan perusahaan besar di tengah keterbatasan, generasi sekarang harus bisa berbuat lebih.
Selamat Ulang Tahun Gudang Garam.
Comments 3