Perinciannya, 16 dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Makassar. Kemudian 3 dapur di Parepare, 2 dapur di Gowa dan 10 dapur di Kabupaten Bone yang baru diresmikan Jumat 14 November 2025 lalu.
Total ada 41 dapur MBG di wilayah Sulawesi Selatan yang dimiliki oleh satu orang. Ampuhnya lagi doi masih berumur 20 tahun. Namanya Yasika Aulia Ramadhani.
Sesuai bahasa Sansekerta, Yasika atau Yashika bermakna sukses, berjaya, dan terkenal. Subhanallah. Sungguh presisi. Namamu sesuai angan-angan orang tua ya kak Yas.
Dalam laporan media mainstream disebutkan, Yasika Aulia Ramadhani menjabat sebagai pembina Yayasan Yasika Group. Highlight-nya: muda, 20 tahun, pemilik 41 dapur MBG.
Baca Juga:
- Cerita Pangreh Praja yang Berwatak Oportunis Sejak Era Kolonial
- Yang Dilakukan Pemkab Blitar Muluskan MBG: Standarisasi Keamanan Pangan
- Program MBG di Trenggalek Kacau, Wabup: Tak Bisa Komentar
Semua tahu berapa cuan yang dibutuhkan untuk mendirikan satu dapur MBG. Kira-kira 1,5-1,7 miliar. Coba kalikan 41 dan hitung sendiri berapa besar cuan kak Yas.
Perhitungan biaya itu jika menge-set bangunan dapur MBG dari awal sesuai standar. Kalau ingin lebih murah, bisa pakai bekas bangunan.
Juga bisa sewa rumah, bekas gudang, kafe atau apa sajalah. Yang penting ada bangunan. Soal kelayakan ruangan, sanitasi dan seterusnya, dipikir belakangan. Bisa dibicarakan sambil jalan.
Kembali ke soal Yasika Aulia Ramadhani. Saat ini sosoknya lagi jadi sorotan media mainstream dan media sosial. Kebanyakan negatif. Untuk lebih jelasnya cek saja kolom komentar.
Kalimat-kalimat pedas dari netizen berhamburan bak guyuran hujan di bulan November. Yang membela tak banyak. Itupun hanya mengandalkan argumentasi template: iri, nyinyir.
Pertanyaanya, memang kenapa kalau Yasika Aulia Ramadhani memiliki 41 dapur MBG? Bukankah itu prestasi? Menunjukkan kehebatan yang naudzubillah.
Soal ada aturan maksimal 10 SPPG (dapur MBG) di provinsi yang sama dan 5 jika berpindah provinsi, plis, lupakan. Semua bisa dinegosiasikan ulang. Lagipula apa yang tak bisa dinego?
Sekali lagi, ini sosok anak muda, umur 20 tahun, dan di usia yang masih unyu-unyu sudah jadi pemain handal. Sudah mampu bermitra dengan negara. Kalau di sepak bola kak Yas bukan lagi pemain, tapi pemilik klub.
Mengatur kesempatan. Menguasai kesempatan. Memonopoli kesempatan. Andai bisa bersua ingin rasanya tangan ini menjabat telapak tangannya erat-erat.
Ingin memberinya standing ovation, bersoja 90 derajat sampek encok, dan kalau perlu bersimpuh, ndeprok-ndeprok. Lalu membisikkan ke telinganya: Tabik mbak Yasika. Panjenengan top markotop.
Sekali lagi, bayangkan bro, bocah 20 tahun. Antum umur 20 tahun bisa apa? Paling masih wira-wiri menenteng stopmap berisi legalisir ijazah. Atau kalau kerja kemudian di PHK karena pabriknya tutup.
Umur 20 tahun masih terbentur, terbentur, terbentur dan babak belur. Masih menekuni Madilog, Gerpolek, Das Kapital, membaca ulang Di Bawah Bendera Revolusi yang nirguna di dunia pragmatis ini.
Sementara Kak Yasika tak perlu repot melalui semua itu. Tak perlu bacaan berat-berat. Tak perlu riyadhoh, tirakat. Jalan nasibnya mulus seperti aspal hot mix yang baru dilaunching.
Tak usah iri bro. Kak Yasika cukup dilahirkan sebagai putri sulung Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan Yasir Machmud yang sesuai LHKPN KPK 2024 berkekayaan Rp92 miliar. 41 dapur MBG sudah di genggaman.
Kata Pak Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mereka itu pejuang merah putih. Siapapun yang membangun dapur MBG (SPPG) adalah pahlawan merah putih.
Saat ini sudah berdiri 15.267 unit SPPG (dapur MBG) secara nasional melalui kemitraan. Semua mitra adalah pahlawan, katanya.
Jadi sudah jelas kan bro? Aturan pembatasan jumlah kepemilikan SPPG (dapur MBG) itu hanya omon-omon. Tidak berlaku istilah monopoli meski kak Yasika punya 41 MBG.
Mengaca pada fenomena Yasika dengan 41 dapur dan kemungkinan juga terjadi di daerah lain (Blitar, Kediri, Tulungagung adakah?), MBG ini sejatinya bisnis makanan berbungkus program negara.
Potensi terbesar kongkalikong berada di tingkat hulu yang di awal memang melibatkan UMKM sebagai suplier, namun kemudian perlahan beralih pada produk pabrikan (industri).
Susu hasil pabrikan. Telur pabrikan. Daging ayam pabrikan. Kemudian lama kelamaan sayur mayur juga hasil pabrikan. Prinsipnya, hanya mereka yang menawarkan untung paling besar yang boleh memasok dapur.
Tentu saja ada penyerapan tenaga kerja di tiap dapur yang berdiri. Namun keuntungan yang mengalir dari setiap dapur MBG per hari per bulan sampai per tahun ke pengelola jauh lebih besar. Yang kaya makin kaya.
Apalagi seperti Yasika yang memiliki 41 dapur MBG. Tak percaya? Coba hitung sendiri dan semoga kalkulatormu baik-baik saja. Saya tak menggelinding lagi sambil ndengerin lagu Koes Plus ojo podo nelongso. Ciao!
Penulis: Garendi
*) Penulis adalah penikmat MBG (Makanan Berkuah Gurih) yang tinggal di perbatasan Blitar-Kediri





