Bacaini.ID-JAKARTA. Generasi Baby Boomer dan Milenial mungkin masih ingat sebelum pemilu 1999, saat Megawati keluar dari PDI dan sebelum berdirinya PDIP muncul beberapa sebutan Mega-Bintang dan PDI ProMeg adalah representatif perlawanan dari kelompok Megawati Soekarnoputri terhadap pemerintah. Rupanya setelah menikmati kekuasaan selama 10 tahun, baru pada periode saat ini, PDIP setelah jagoannya terjungkal di Pilpres 2024, pasangan Ganjar-Mahfud hanya mendapatkan suara 16,47%, bersikap bak oposisi meski masih setengah-setengah. Tidak adanya kader di dalam kabinet Prabowo-Gibran meskipun sempat disebut kader terbaiknya Budi Gunawan yang menjadi Menkopolhukam saat ini disebut orang terdekat Megawati, namun beberapa hari kemudian diklarifikasi Sekjen PDIP pada (19/10/2024) bukan sebagai kader.
Pada awalnya, terbendungnya Anies Baswedan untuk maju kembali dalam Pilgub DKI Jakarta, karena tarikan dukungan dari partai pengusung seperti PKS, menganggap Anies tidak dapat memenuhi persyaratan dari PKS. Maka banyak pihak menyebut pencalonan Pramono Anung pasca revisi undang-undang Pilkada oleh PDIP sebagai “jalan tengah”, namun setelah elektabilitasnya Pramono-Rano naik dan bahkan hampir menyalip Ridwan-Suswono dan beberapa lembaga survei lain menyebut menyalip. PDIP dan Anies Baswedan yang ada awalnya sempat tidak dekat, apalagi saat Anies meminta dukungan maju menjadi Cagub DKI ke PDIP yang kemudian menolak.
Pada akhirnya PDIP mencalonkan dua kadernya sendiri menjadi Cagub dan Cawagub DKI Jakarta, dan sementara merasa membutuhkan Anies. Namun, saat ini kedua pihak sepertinya sepakat bersatu untuk pilgub DKI Jakarta. Banyak menyebutkan, persatuan mereka tidak hanya karena kepentingan yang sama, tetapi karena adanya musuh bersama yang sama. Entah yang dimaksud adalah Presiden Jokowi atau pemerintahan yang sah saat ini. Seperti yang diungkapkan Sekjen PDIP Hasto dengan Connie Rahakundini saat melakukan podcast di studio Akbar Faisal.
Dalam lanskap politik Indonesia yang dinamis, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Anies Baswedan tampaknya menemukan titik temu yang menarik apalagi setelah elektabilitas Pramono-Rano naik. Hubungan yang semakin erat antara PDIP dan Anies Baswedan ini didorong oleh komitmen bersama untuk melawan apa yang mereka anggap sebagai ancaman terhadap demokrasi atau mungkin hanya karena mereka tidak mendapat pembagian kekuasaan atau posisi di Kabinet Prabowo-Gibran. Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menegaskan bahwa komunikasi intensif antara kedua belah pihak telah berlangsung sejak pemilihan presiden 2024 dan terus berlanjut dalam kampanye pemilihan kepala daerah saat ini. Meskipun faktanya Anies mulai merapat saat elektabilitas Pramono perlahan mulai naik.
Pada acara podcast Akbar Faisal, Hasto dan Connie Rahakundini menjelang pencoblosan ini, kelompok PDIP inipun membuka informasi tentang mantan Presiden Jokowi yang menjegal pencalonan Anies dan bocoran informasi bahwa dalam waktu dekat ada pengurus PDIP yang akan ditetapkan tersangka oleh KPK terkait beberapa kasus yang telah disidik oleh KPK.
Anies Baswedan, yang sebelumnya dikenal sebagai tokoh independen, kini secara terbuka mendukung calon gubernur yang didukung PDIP, Pramono Anung dan Rano Karno, dalam pemilihan gubernur Jakarta. Dukungan ini ditandai dengan foto bersama yang menunjukkan Anies dan para calon PDIP dengan salam tiga jari, simbol persatuan dalam menghadapi tantangan demokrasi.
Langkah ini bukan tanpa alasan. PDIP dan Anies Baswedan menyadari perlunya bersatu melawan praktik otoritarian yang mereka anggap mengancam proses demokrasi di Indonesia. Hasto menyebutkan bahwa aliansi ini adalah respons terhadap intimidasi dan persaingan tidak adil yang terjadi dalam proses demokrasi. Meskipun hal ini bertentangan dengan bagaimana pada 10 tahun PDIP berkuasa, banyak kriminalisasi para penggiat demokrasi namun suara kencang PDIP tidak sekeras saat ini.
Dengan komunikasi yang terus terjalin, hubungan antara PDIP dan Anies Baswedan diharapkan dapat menjadi fondasi bagi kolaborasi politik yang lebih luas apakah terbatas pada Pilkada DKI Jakarta atau secara nasional. Dosen ilmu politik IISIP Jakarta, Mustofa Makhdor, M.Soc., menyebutkan manuver Anies Baswedan yang sempat diisukan akan mendirikan partai baru batal dan berantakan pasca penetapan tersangka dan penahanan pada Thomas Lembong dalam kasus impor gula. Banyak pihak mengira Thomas Lembong adalah donatur utama dan telah melakukan safari politik ke beberapa daerah sebelum tersangkut kasus pidana korupsi impor gula di Kementan.
“Apakah aliansi politik dari kedua pihak yang menyebutkan jika belum pernah mendapat bagian kekuasaan ini akan sukses di Pilkada DKI Jakarta?, kita lihat pasca pencoblosan nanti”, ujar Mustofa.
Penulis : Danny Wibisono
Editor : AK Jatmiko